Keakrabanyang terjalin membuat suasana belajar akan lebih menyenangkan dan mahasiswa lebih mudah memahami materi kuliah. Suasa yang menyenangkan demikian ini dirasakan oleh Paulus Gagat, seorang profesional muda yang kini sedang menempuh Program Master of Mechanical Engineering (MME) di Swiss German University (SGU).
Apa alasan utama saya ingin memiliki pengalaman kuliah di luar negeri? Sederhana, selain untuk menimba ilmu dan memperluas wawasan, saya hanya ingin merasakan hidup di dunia yang sama sekali berbeda dengan negara di mana saya dibesarkan. Awalnya, saya ingin sekali kuliah di Jerman. Itu alasan saya mengambil kursus tiga bulan bahasa Jerman di Goethe Institut Bandung pada tahun terakhir kuliah S1. Selepas lulus kuliah, saya menghabiskan berbulan-bulan mengumpulkan berbagai informasi tentang Jerman. Lalu, saya memberanikan diri untuk mendaftar ke program Master of Development Management di Ruhr-Universitat Bochum, Jerman. Namun, saya harus gigit jari karena tidak sampai enam bulan kemudian, saya mendapatkan jawaban bahwa aplikasi saya ditolak. Tidak menyerah, saya kembali mengirimkan aplikasi untuk mendaftar ke sebuah master grant di Universitat Bern, Swiss. Sempat bingung memilih jurusan kuliah, akhirnya saya menetapkan pilihan di jurusan Business Administration, supaya masih sejalan dengan gelar S1 saya, yaitu sarjana Manajemen. Lagi-lagi, ketika memperoleh jawaban, saya membaca kata ditolak’. Namun, kali ini secercah titik terang itu datang. Memang aplikasi saya ditolak, tapi setelah saya baca baik-baik, kata ditolak’ itu ditujukan untuk permohonan Master Grant. Ternyata saya tetap diterima untuk kuliah di jurusan yang dituju, meskipun harus pakai biaya sendiri. Wah, ternyata harapan untuk kuliah di Swiss belum mati! Untuk tahun ajaran 2011 itu, biaya kuliah S2 di Universitat Bern hanya 600 CHF sekitar 7 juta Rupiah per semester. Lebih murah dari beberapa kampus di Indonesia, bukan? Namun, saya sadar bahwa saya tidak lagi bisa berharap pada bantuan kedua orangtua saya untuk menanggung biaya hidup saya selama di Swiss. Maka, saya pun melamar beasiswa FCS Federal Commission of Scholarship Kedutaan Swiss untuk memperoleh pembiayaan, dan kembali gagal. Untungnya, saya diselamatkan pengalaman saya pernah bekerja sebagai asisten dosen di almamater saya di Universitas Padjadjaran dan STIE Wira Bhakti kampus kerabat ayah saya. Saya mendaftar beasiswa luar negeri Direktorat Pendidikan Tinggi Dikti, dan akhirnya memperoleh pendanaan untuk kuliah saya selama 2 tahun di Swiss. Akhirnya, pada akhir 2011, saya pun sampai di negara yang terletak di kaki pegunungan Alpen tersebut. Setelah sampai di sana, barulah saya sadar bahwa Swiss bukan salah satu negara tujuan utama mahasiswa Indonesia menimba ilmu untuk program pascasarjana. Singkatnya, jumlah total mahasiswa S2 dan S3 di Swiss mungkin masih kalah dibandingkan total mahasiswa Indonesia di London, misalnya. Namun, saya cukup bersyukur dengan keseharian di negara ini, terutama di Bern, ibukota yang tergolong kecil nan bersahaja. Kualitas hidup yang tinggi tercermin di kehidupan sehari-hari, seperti fasilitas transportasi sampai sanitasi yang lengkap serta suasana alam yang indah, dan udara bebas polusi. Fast-forward ke tahun 2013, hari terakhir saya menginjakkan kaki di Swiss. Saya akhirnya sudah menyelesaikan kuliah dan lulus dengan predikat Master of Science in Business Administration. Selama hidup di Swiss, saya juga aktif sebagai ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia PPI Swiss dan menjadi pengurus di organisasi mahasiswa internasional AIESEC in Switzerland. Saya memang berusaha sebaik mungkin untuk mengisi hari-hari saya di negara tersebut di luar ruang kelas. Sayangnya, di Swiss juga tergolong sulit bagi kita para pelajar untuk memperoleh kerja paruh waktu. Alasan pertama karena peraturannya. Bagi pelajar yang belum enam bulan bermukim di negara ini, belum boleh bekerja. Setelah enam bulan, baru boleh kerja paruh waktu, tapi dengan batasan sekitar 20 jam per minggu. Alasan kedua, para pemberi kerja biasanya tidak akan mau memberi pekerjaan kepada mahasiswa yang tidak fasih berbahasa mereka. Saya sendiri baru mendapatkan kerja paruh waktu setelah setahun berada di Bern. Pekerjaan pertama saya adalah sebagai loper koran. Bayangkan, saya harus bangun subuh sekitar pukul 4 dini hari lalu mengendarai sepeda untuk mengedarkan koran-koran di beberapa kawasan pemukiman. Setelah pekerjaan selesai pukul barulah saya datang ke kampus untuk langsung kuliah. Alhasil, saya sering terkantuk-kantuk di ruangan kuliah. Untungnya, enam bulan kemudian saya memperoleh pekerjaan baru yang lebih baik. Saya memperoleh pekerjaan menjadi guru les bahasa di sebuah lembaga bahasa di pusat kota Bern. Hasil dari bekerja itu saya pergunakan untuk jalan-jalan ke Amsterdam dan liburan sekali ke Indonesia, hehehe. Selama dua tahun itu pula, saya mengalami berbagai macam pengalaman yang mengubah hidup saya. Mungkin, jika dibandingkan dengan pengalaman teman-teman Indonesia yang kuliah di negara-negara lain, kuliah di Swiss terbilang sama saja. Namun ada beberapa hal yang akan susah saya lupakan dari negara ini, yaitu Orang-orang Swiss sangat tepat waktu. Jangan sekali-kali terlambat jika janjian dengan orang Swiss, karena mereka sangat menghargai waktu. Bahkan dalam mengatur janji untuk hangout dan jalan-jalan biasa, mereka akan meninggalkan kita jika tidak datang tepat waktu. Saking tenangnya suasana bermasyarakat di Swiss, keributan di atas jam 10 malam dapat dilaporkan ke polisi oleh tetangga, kecuali pada hari Jumat atau Sabtu malam, karena hari esoknya libur. Yang unik, Swiss punya 4 bahasa nasional, yaitu Jerman, Prancis, Italia dan Romanisch bahasa tradisional di Swiss. Meski berjarak hanya 100 atau bahkan 50 kilometer, dua kota bisa berbeda bahasa. Ada juga kota-kota yang terbiasa menggunakan dua bahasa, seperti Fribourg dan Biel. Tidak semua orang fasih berbahasa Inggris, tapi minimal mereka pernah mempelajarinya di sekolah dan bisa mengerti perkataan kita dalam bahasa Inggris. Swiss tergolong cukup dermawan dalam memberi suaka bagi negara-negara konflik. Saya agak kaget juga melihat betapa banyak pengungsi dari Chechnya atau Eritrea di Bern. Sewaktu saya mengambil pelajaran bahasa Jerman, saya juga bersentuhan banyak dengan para pengungsi yang berharap bisa memperbaiki kehidupan mereka di Eropa. Dari semua pengalaman tinggal dan studi di Swiss tersebut, saya pun berharap bisa berbagi dengan teman-teman yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke negara tersebut. Foto yang ditampilkan adalah foto koleksi pribadi penulis =========================================== Mahir Pradana currently works as a lecturer in Business Administration at Telkom University, Bandung. After obtaining his bachelor degree in Management Science from Universitas Padjadjaran, he pursued his master degree in Business Administration at Universitat Bern, Switzerland. While living in Switzerland, he was chosen as the chief of Perhimpunan Pelajar Indonesia PPI Swiss. Besides working on academic papers, Mahir also has a life in creative writing. His published novels are Here, After 2010, Rhapsody 2013, Blue Heaven 2014 and Sunset Holiday 2015. He also wrote about his life in Europe in a memoir called Home & Away 2014. Now, he is still searching for a PhD opportunity to get him back to Europe. Facebook Twitter LinkedIn Bekalpengalaman internasional sangat penting untuk membangun mental baik untuk kehidupan bermasyarakat atau saat kamu memasuki dunia kerja. Reputasi Pendidikan di Switzerland Swiss terkenal di seluruh Eropa dengan reputasi universitas dan para pengajarnya.
- Informasi mengenai universitas terbaik di Swiss bisa menjadi referensi bagi calon mahasiswa yang punya impian melanjutkan pendidikan di salah satu negara di benua Eropa ini. Tak hanya memiliki pemandangan alam yang memukau, Swiss juga memiliki kualitas pendidikan yang diakui di tingkat dalam pemeringkatan Times Higher Educations World University Rankings THE WUR 2023, sejumlah universitas di Swiss juga masuk dalam daftar universitas terbaik. Dalam melakukan pemeringkatan, THE WUR 2023 menggunakan 13 indikator kinerja yang dikelompokkan menjadi lima bidang yakni Bidang teaching pengajaran Research penelitian Citations kutipan International outlook pandangan internasional Industry income transfer pengetahuan. Baca juga 25 Universitas Terbaik di Jepang, Nomor 10 Kampusnya Jerome Polin Jika kamu punya cita-cita kuliah di Swiss, daftar universitas terbaik di Swiss berdasarkan THE WUR 2023 ini bisa juga dijadikan ETH Zurich Peringkat global =11 2. École Polytechnique Fédérale de Lausanne Peringkat global 41 3. University of Zurich Peringkat global =82 Baca juga 18 Universitas Terbaik di Indonesia Versi THE WUR 2023, Ada Incaranmu? 4. University of Bern
InformasiBeasiswa. Kuliah di universitas negeri Swiss biasanya disubsidi oleh negara atau kanton. Namun, biaya hidup di Swiss sangat tinggi, apalagi untuk mahasiswa. Oleh karena itu, beasiswa kuliah di Swiss lebih sering untuk pembiayaan hidup di Swiss. Untuk mendapatkan izin tinggal atau residence permit sebagai pelajar dari luar Uni Eropa
KULIAH DI SWISS Jangan kaget bila Swiss menjadi salah satu negara tujuan kuliah luar negeri populer. Tidak hanya karena kekayaan budaya dan seni, negara ini juga sangat antusiastik tentang pendidikan. Swiss terkenal dengan program bisnis dan kualitas penelitiannya. Kamu akan terkejut karena biaya di universitas negeri di Swiss sangat terjangkau.
Bilakalian berminat, kalian bisa mencoba kuliah di Swiss karena di sini kalian tidak hanya mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan. Simak di 7 Universitas Terbaik Swiss yang patut kalian pertimbangkan! Dengan menjadi mahasiswa di sini, banyak pengalaman yang bakal kalian dapatkan yang tidak sebatas dari pendidikan formal yang akan

Jakarta - Negara Swiss memiliki sekitar lebih dari 3 ribu program studi, di mana kira-kira 700 di antaranya diberikan dalam bahasa Inggris. Dikatakan dalam laman QS Top Universities, di sana terdapat beberapa jenis perguruan tinggi berbeda yang dapat ada universitas reguler, yang mana menawarkan pengalaman perkuliahan sebagaimana umumnya. Kedua, terdapat universitas sains/seni terapan yang menawarkan perkuliahan cenderung kepada praktik. Ketiga adalah universitas keguruan yang secara spesifik ditujukan kepada mahasiswa yang ingin menekuni bidang kepada jenis-jenis kampusnya, syarat-syarat penerimaannya pun berbeda. Sebagai contoh, masuk ke kampus reguler bisa jadi lebih sulit ketimbang masuk ke perguruan tinggi kampus mengetahui lebih dalam mengenai kuliah di Swiss, simak beberapa penjelasan yang berhasil dihimpun Kualifikasi Masuk Pendidikan Tinggi "Matura"Supaya bisa masuk ke salah satu perguruan tinggi di Swiss, calon mahasiswa memerlukan kualifikasi yang setara dengan "Matura" milik Swiss. Apa yang disebut dengan Matura ini adalah kualifikasi masuk pendidikan tinggi masing-masing kampus juga mempunyai hak untuk memutuskan persyaratannya sendiri. Sebagian di antaranya mewajibkan calon mahasiswa mengerjakan tes masuk, ketika sertifikat yang dimiliki tidak cukup Pilihan Tempat TinggalHarga sewa tempat tinggal untuk mahasiswa di Swiss bervariasi, bergantung apakah kalian tinggal di asrama, apartemen berbagi, atau apartemen pribadi. Meski begitu, agar bisa berhemat, kalian bisa mencari persewaan hunian yang ada di luar perlu khawatir, Swiss memiliki sistem transportasi trem, kereta api, dan bus yang bagus. Sehingga, untuk pulang pergi ke kampus seharusnya tidak Harga MakananHarga bahan makanan di Swiss cenderung cukup mahal. Biaya untuk makan di luar, bahkan bisa cukup mengejutkan ketimbang membeli bahan-bahan makanan sendiri. Oleh sebab itu, sebaiknya aspek ini cukup Biaya KuliahKetimbang beberapa negara seperti Amerika Serikat atau Inggris, biaya kuliah per tahun di Swiss tidak sampai membuat mahasiswa terbelit hutang. Biaya masing-masing universitas bisa bervariasi. Namun, umumnya berkisar antara 800 sampai CHF atau Rp 12,2 sampai Rp 22,8 juta setiap memutuskan untuk kuliah di Swiss, kalian juga bisa cek ke kampus yang dituju untuk mencari informasi beasiswa. Di samping itu, tentu saja ada opsi untuk menambah uang saku melalui kerja paruh internasional di sana diperbolehkan bekerja selama 15 jam per minggu selama masa aktif perkuliahan atau bahkan full-time saat masa liburan. Umumnya, dengan upah 25-35 CHF atau Rp 380-532 ribu per jam, mahasiswa luar negeri bisa hidup lebih nyaman di Swiss. Simak Video "Putri Alya Rohali Bagikan Tips Lolos Kampus Luar Negeri " [GambasVideo 20detik] nah/lus

SingaMeregang Nyawa yang Mengungkap Rahasia Garda Swiss di Luzern; Pengalaman menjadi Mahasiswa Asistensi Mengajar di SMK Negeri 1 Singosari; Erland Ang Mohon Tunggu Pengalaman 4 Tahun Kuliah di Negeri Singa . 5 Juni 2012 12:42 Diperbarui: 25 Juni 2015 04:22 7029 2 26 + Laporkan Konten.
Cakupanbeasiswanya sangat mantap, loh! Selain kuliah di swiss gratis, pemohon yang lolos seleksi juga diberikan tunjangan biaya hidup di sana. Adapun perbedaan jumlah tunjangan yaitu, ESOP memberikan tunjangan CHF 12.000 (Sekitar Rp. 169 juta), dan ETH-D tunjangannya CHF 7500 (Sekitar Rp. 106 juta) per semester. Enak banget, kan!
Mahirberbagi pengalamannya mengenai studi di Swiss dan betapa berkesan pengalamannya selama studi di Bern. Swiss termasuk negara yang tidak sepopuler Inggris atau kota-kota besar lainnya di Eropa sebagai negara tujuan studi. Akan tetapi, melalui ceritanya, Mahir menjelaskan pengalaman studi dan hidup di Swiss yang sulit untuk dilupakan.
z1Dpts.
  • k18fwnovla.pages.dev/45
  • k18fwnovla.pages.dev/150
  • k18fwnovla.pages.dev/273
  • k18fwnovla.pages.dev/63
  • k18fwnovla.pages.dev/274
  • k18fwnovla.pages.dev/356
  • k18fwnovla.pages.dev/6
  • k18fwnovla.pages.dev/377
  • k18fwnovla.pages.dev/203
  • pengalaman kuliah di swiss